Perlukah Sanad Keilmuan dari Guru ke Murid?
Ada sebuah artikel yang ditulis oleh seorang alumni santri pesantren salaf yang menyatakan bahwa sanad itu wajib hukumnya. Dalil yang dipakai adalah ucapan Abdullah bin Mubarak rahimahumullah di Muqaddimah kitab Shahih Muslim (hlm. 18) sbb:
الإسنادُ مِنَ الدِّينِ، ولولا الإسناد لَقالَ مَن شاءَ ما شاء
Artinya: “Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, pasti siapa pun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.”
Selanjutnya, dari kutipan Abdullah bin Mubaharak ini si penulis itu menyimpulkan: “masyarakat harus memiliki guru yang mempunyai kemampuan dan sanad keilmuan yang jelas. Ini penting karena sanad ilmu menunjukkan pentingnya otoritas dalam berilmu agama.”
Betulkah sanad yang dimaksud Abdullah bin Mubarak itu sanad dalam arti umum seperti yang dinyatakan dalam artikel santri salaf ini? Jawabnya, tidak. Sanad yang dimaksud adalah sanad hadits. Itu diucapkan ketika hadits belum dibukukan seperti sekarang. Ketika hadits-hadits Nabi sudah dibukukan sejak era Bukhari, Muslim, dll, maka sanad tidak lagi diperlukan oleh generasi setelahnya. Karena semua hadits sudah terkodifikasi dengan baik di kitab-kitab hadits tersebut sehingga tidak ada lagi potensi pemalsuan hadits.
Adapun perkataan Abdullah bin Mubarok itu konteksnya khusus untuk hadits dapat dipahami dari ucapannya lengkapnya sbb:
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
“Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi yang tsiqoh (dipercaya), dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan terhadap syari’at yang mulia”.
Penjelasan Imam Muslim terkait hal ini juga sesuai dengan konteks hadits:
Ucapan Muslim berikut ditulis sebelum mengutip ucapan Abdullah bin Mubarak :
عن مسعر قال سمعت سعد بن إبراهيم يقول لا يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الثقات وحدثني محمد بن عبد الله بن قهزاذ من أهل مرو قال سمعت عبدان بن عثمان يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Dari Mus’ir berkata : Saya mendengar Sa’d bin Ibrahim berkata : Tidaklah meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali para perawi yang tsiqoh….dari ‘Abdan bin ‘Utsmaan berkata : Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok berkata : Isnad merupakan bagian dari agama, jika bukan karena isnad maka orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa saja yang ia kehendaki”
Selanjutnya Muslim berkata :
قلت لعبد الله بن المبارك يا أبا عبد الرحمن الحديث الذي جاء إن من البر بعد البر أن تصلي لأبويك مع صلاتك وتصوم لهما مع صومك قال فقال عبد الله يا أبا إسحاق عمن هذا قال قلت له هذا من حديث شهاب بن خراش فقال ثقة عمن قال قلت عن الحجاج بن دينار قال ثقة عمن قال قلت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال يا أبا إسحاق إن بين الحجاج بن دينار وبين النبي صلى الله عليه وسلم مفاوز تنقطع فيها أعناق المطي ولكن ليس في الصدقة اختلاف وقال محمد سمعت علي بن شقيق يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول على رؤوس الناس دعوا حديث عمرو بن ثابت فإنه كان يسب السلف
“Abu Ishaaq bin ”Isa berkata : Aku berkata kepada Abdullah bin Al-Mubaarok, Wahai Abu Abdirrahman, hadits yang datang bahwasanya : ((Diantara berbakti setelah berbakti adalah engkau sholat untuk kedua orangtuamu beserta sholatmu dan engkau berpuasa untuk kedua orangtuamu bersama puasamu)). Beliau berkata : Wahai Abu Ishaaq, dari manakah hadits ini?. Aku berkata, “Ini dari periwayatan Syihaab bin Khiroosy”. Ibnul Mubaarok berkata : “Ia tsiqoh, lalu ia meriwayatkan dari siapa?”.
Aku berkata, “Dari Al-Hajjaaj bin Diinaar”. Beliau berkata : “Ia tsiqoh, lalu Hajjaj meriwayatkan dari siapa?”
Aku berkata, “(langsung) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”. Beliau berkata, “Wahai Abu Ishaaq antara Hajjaaj bin Diinaar dan Nabi ada padang pasir yang besar, butuh banyak onta untuk bisa menempuhnya. Akan tetapi tidak ada perbedaan pendapat tentang bersedekah (atas nama kedua orang tua)”…
Ali bin Syaqiiq berkata : “Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok berkata di hadapan khalayak manusia : Tinggalkanlah periwayatan ‘Amr bin Tsaabit karena ia mencela para salaf” (Lihat Muqoddimah Shahih Muslim hal 16)
Kesimpulan
Ucapan Abdullah bin Mubarak yang dikutip Imam Muslim konteknya bersifat khusus. Yaitu, perlunya sanad yang bersambung sampai ke Rasulullah bagi setiap hadits yang diriwayatkan agar bisa diteliti integritas sanad / perawi-nya apakah kredibel (tsiqah) atau tidak.
Siapapun yang memakai ucapan Ibnu Mubarak sebagai dalil wajibnya ada sanad keilmuan di luar ilmu hadits itu adalah tidak benar dan tanpa referensi yang jelas.
Selain itu, anggapan seperti ini (bahwa harus ada sanad ke guru untuk setiap ilmu) akan berakibat pada kejumudan para santri.