Cara Agar Produktif Menulis

Itulah yang terpikir di benak saya saat saya merasa sangat kesulitan memulai menulis. Itu terjadi pada masa saya duduk di bangku SD. Sungguh sulit menyusun satu paragraf karangan yang diminta guru SD itu, sementara teman sebangku saya dengan ringan membuat beberapa paragraf dalam waktu singkat. “Aku tidak punya bakat menulis.” Pikiran itu tanpa sadar keluar dari benak saya. Tentu saja pikiran itu wajar, kalau saya berbakat tentunya saya akan mudah menulis, bukan?

Padahal, saya termasuk salah satu anak kecil yang selalu ingin dapat menulis. Setiap saya membaca majalah anak-anak seperti Bobo, si Kuncung, dll, saya melihat dengan penuh antusias artikel yang ditulis oleh anak-anak seusia saya. Saya pikir, kalau anak-anak itu bisa nulis mengapa saya tidak? Tapi, gimana yah caranya?

Sebenarnya saya termasuk anak yang cukup beruntung karena saya mendapat perhatian cukup dari kakak-kakak saya (saya nomor 5 dari 10). Waktu saya SD, kakak saya yang tertua yang waktu itu sudah SMP rajin membelikan saya berbagai macam buku komik (silat dan kisah-kisah para Nabi), majalah anak-anak dan bahkan majalah serius seperti Tempo, dll. Semuanya buku bekas, karena ekonomi kami memang pas-pasan walaupun tetap selalu kami syukuri karena masih banyak yang jauh lebih pas-pasan dari kami. Seperti yang saya tulis di sini, saya di “rekayasa” oleh kakak untuk rajin membaca tidak hanya bacaan normal umumnya anak-anak, tapi juga bacaan orang “dewasa” seperti majalah-majalah berita serius, buku-buku berat yang biasa dibaca anak kuliah, dll.

Ternyata, gabungan antara determinasi ingin menulis yang tetap berkobar di hati saya plus banyaknya membaca telah membuat saya, si Fatih kecil yang tak bakat menulis itu, mulai dapat merangkai kata sedikit demi sedikit. Kepuasaan, rasa syukur dan rasa bangga–walaupun sejenak–yang sulit diutarakan dengan kata-kata terjadi saat tulisan pertama saya muncul di harian Republika pada saat saya kuliah semester pertama dan tulisan resensi buku dimuat di AULA sebuah buletin terbitan Surabaya.

Namun demikian, jalan kepenulisan tidak otomatis mulus. Jalan ke depan tetap terjal dan memerlukan determinasi tinggi untuk tetap berkompetisi dengan penulis lain agar tulisan kita dapat dimuat di media cetak. Tulisan pernah dimuat bukan berarti otomatis tulisan-tulisan berikutnya akan langsung diterima redaksi. Api kompetisi harus tetap menyala, determinasi harus tetap tinggi dan ketegaran hati harus tetap dijaga untuk selalu menyiapkan mental tak kala tulisan demi tulisan kita ditolak redaksi.

Menulis tak beda dengan kompetisi olahraga. Orang sekaliber Roger Federer dalam dunia tenis tetap harus berkeringat untuk menjaga reputasi dan selalu kompetitif dan tetap tegar kala sesekali mengalami kekalahan. Dalam kompetisi yang fair, jiwa yang lemah yang gampang putus asa dan patah arang tidak akan mendapatkan tempat. Dan, menurut saya, inilah esensi kunci sukses apapun tujuan yang ingin Anda capai, termasuk dalam bidang menulis.

Menulis Blog

Menulis di blog terkesan lebih mudah. Begitu Anda menulis, tulisan langsung dimuat. Ya maklumlah blog milik sendiri. Tapi untuk menjadi seorang blogger yang mendapat respek, dan memiliki reputasi Anda harus menulis dengan isi yang baik, inspiratif dan mencerahkan dengan never-give-up spirit. Jangan gampang kecewa karena tulisan Anda kurang mendapat perhatian, misalnya. Tulisan bagus dan posting yang konsisten dan teratur akan menarik pembaca setia yang teratur berkunjung ke blog Anda.

Cara Agar Produktif Menulis
Scroll to top