Nilai IPK Tinggi itu Sangat Penting, tapi..
Beyond the marksheet
Oleh A. Fatih Syuhud
Sdr. Saifuddin Syukur–yg baru mendapatkan gelar PhD (doktor) jurusan hukum pada 23 Juli 2005– pada seminar sehari MTA PPI India (26/7/05) mengingatkan mahasiswa India, bahwa “mahasiswa di India akan bisa maju hanya apabila memiliki target beyond the marksheet.”
Dengan kata lain, aktivitas bacaan dan pembelajaran tidak hanya terfokus pada buku-buku yg berkaitan dg apa yg dipelajari di bangku kuliah. Betul, memiliki marksheet (nilai rapor) yg tinggi merupakan target utama. Kelancaran dan akseleritas kerampungan studi adalah harapan awal. Namun, adalah kesalahan besar apabila marksheet tinggi menjadi satu-satunya tujuan kuliah. Ini berbeda dg saat kita di bangku sekolah (SD, SMP, SMA), di mana nilai tinggi menjadisatu-satunya target pencapaian.
***
Tidak sedikit rekan mahasiswa yg belajar di India kurang menyadari bahwa ketika kita diterima di bangku kuliah dan bergelar mahasiswa, ada tuntutan baru dari masyarakat selain hanya sebagai pengejar marksheet.
Tuntutan itu berupa sikap keintelektualan dan kecendikiawanan yg salah satu cirinya memiliki perhatian, kepedulian dan pemikiran bagi kemajuan bangsa serta responsif atas berbagai fenomena (kemajuan atau kepincangan) sosial yg terjadi.
Untuk menuju ke arah ini, syarat utama adalah perubahan dan transformasi pola pikir: dari pola pikir (mindset) sebagai “anak sekolahan” menuju pola pikir seorang “mahasiswa”. Dari mindset yg biasa menjadikan marksheet sebagai barometer utama dan satu-satunya dalam mengukur pintar dan bodohnya seseorang, menuju level yg selangkah lebih tinggi: menjadikan marksheet dan kecakapan merespons realitas fenomena sosial sebagai dua hal yg tak terpisahkan.
Umumnya, masyarakat menilai mahasiswa bukan dari berapa persentase atau IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yg dicapai, tapi dari seberapa responsif dia dalam menanggapi suatu realitas sosial. Dalam pergaulan sehari-hari, justru hal ini yg lebih penting. Nilai tinggi tentu saja perlu, terutama dalam mencari kerja yg juga tak kalah pentingnya. Untuk itu diperlukan keseimbangan.
Dg kata lain, even the highest marksheet earner and the gold medal awardee masih dianggap kurang “karakter mahasiswa”-nya apabila dia tidak tahu event-event uptodate yg sedang terjadi di komunitasnya, di negaranya dan di belahan dunia lain. Apalagi, kalau marksheet tidak tinggi; informasi selalu ketinggalan kereta. Entah masuk kelompok mana status “mahasiswa” kategori terakhir ini.[]
New Delhi, 17 September 2005