Logika Orang Melayu
Adakah hubungan antara Ajay Devgan (suami Kajol dan
bintang terkenal Bollywood) dan orang melayu? Tentu
saja tidak ada. Secara geografis jauh. Dan secara
etnis juga tidak berkaitan baik dari tinjauan empiris
maupun sosiologis dan antropologis.
Justru karena itulah, saya terheran-heran melihat mata
Izam yg berbinar penuh kekaguman, mulutnya tak
henti-hentinya tersenyum penuh keriangan kala melihat
Ajay Devgan menyanyikan sebuah lagu berbahasa Inggris
di MTV dg mimik Ajay yg khas dan manis.
Saya tanya pada Izam faktor yg membuat dia begitu
mengidolakan Ajay. “Saya kagum pada Ajay karena dia
suaminya Kajol.” Bingung juga saya mendengar logika
ini, dan lebih bingung lagi saat dia menambahkan, “Dan
saya suka Kajol karena Kajol sering main film dg idola
abadi saya, sang Maharaja Shakh Rukh Khan.”
Hm, sekarang saya mulai mengerti logika orang melayu
yg berputar-putar. Saya pun mencoba mewawancarai orang
melayu satunya lagi, Khairurrazi atau Rozi, seorang
mahasiswa di Aligarh Univ.
Pertama saya tanya apa dia menyukai Ajay?
“Ostosmastis!” katanya dg serius dan tegas. Apa
alasannya? “Saya suka senyumnya yg manis dan
mengundang belas kasihan.” Apa itu penyebab utama?
tanya saya. “Oh tentu saja bukan. Yg utama adalah
karena dia suami Kajol. Dan Kajol itu bintang idola
pacar saya ..” (dia kemudian menyebut nama seorang
gadis seberang– red.)
Hm, rupanya logika tak langsung ini memang ciri khas
orang melayu. Saya tambah penasaran, apakah cuma orang
Melayu yg punya pola pikir semacam itu. Saya pun
mencoba mewawancarai Musrijal, seorang mahasiswa
Ekonomi di Aligarh Univ.). yg asli Aceh dan terkenal
dg gelar “pujangga diary” krn. suka nulis diary.
Rijal suka Ajay Devgan? tanya saya. Jawabnya cukup
aneh, “Saya terkadang suka terkadang benci!” katanya.
Lho, kok bisa? “Iya, karena Ajay kan suami Kajol. Dan
Kajol itu mirip pacar saya di Aceh (nama
disensor–red). Setiap saya kangen doi, saya kangen
Ajay. Dan setiap saya benci doi (krn. habis berantem)
saya pun benci Ajay.”
Wah, luar biasa pikir saya. Benci dan cinta terkadang
bisa pakai perantara… Membenci dan mencintai seorang
individu ternyata tak harus karena kekurangan dan
kesalahan yg kita lakukan atau kelebihan yg kita
miliki tapi bisa jadi karena kita berteman atau
temannya teman yg melakukan kesalahan atau memiliki
kelebihan. Fenomena semacam ini kadang terjadi, walau
tidak umum.
Namun, satu hal yg mirip dari tiga orang yg saya
wawancarai di atas adalah bahwa mereka sama-sama
sayang dan mengidolakan Ajay. Betulkah semua suka
Ajay? Untuk menghilangkan rasa penasaran saya, saya
coba mewawancarai Rizqon Khamami asal Jawa Tengah,
mahasiswa JMI, penulis nasional dari India yg paling
produktif. Kembali saya ajukan pertanyaan yg sama soal
Ajay. Jawabnya membuat saya kaget “Saya benci Ajay!
Benci sekali!”
Lebih aneh lagi ketika saya tanya alasannya. “Karena
setiap melihat Ajay, saya jadi ingat Nazar!” Saya pun
cepat pamit pulang, tak berani saya bertanya lebih
lanjut, mengapa dia membenci Nazar.
p.s. Bagi yg belum kenal, Nazar adalah mantan Ketua
PPI-India setelah Qisai (tahunnya lupa).
New Delhi, 10 April 2005